SUMSELNETMEDIA.COM, Palembang – Di tengah pandemi Covid 19, Provinsi Sumsel masih tetap menjadi yang tertangguh di antara Provinsi lainnya di Indonesia. Pernyataan ini memang layak disematkan untuk Provinsi Sumsel.
Bagaimana tidak, meski terjadi penambahan jumlah penduduk miskin pada periode Maret- September 2020 (saat Covid 19) sebesar 0,32 persen point namun angka tersebut jauh lebih rendah dari penambahan rata-rata nasional sebesar 0,41 persen poin. Ini sekaligus menggambarkan bahwa Sumse cukup tangguh dalam menahan laju penambahan angka kemiskinan di tengah pandemi Covid 19.
Dijelaskan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel, Ir Endang Tri Wahyuningsih MM, bahwa sejak tahun 2018 tepatnya setelah Gubernur Sumsel H. Herman Deru menjabat, angka kemiskinan di Sumsel justru terus menunjukkan tren penurunan yang cukup konsisten. Dimana pada tahun 2018 angka kemiskinan Sumsel tercatat sebesar 12,80 persen. Kemudian turun kembali pada tahun 2019 menjadi sebesar 12,71 persen. Tren penurunan ini bahkan berlanjut hingga Maret 2020 saat Pandemi Covid mulai melanda dimana angka kemiskinan tercatat turun menjadi 12,66 persen.
Kemudian pada bulan September 2020, akibat pandemi Covid, persentase penduduk miskin di Sumsel mengalami penambahan menjadi sebesar 12,98 persen. Penambahan angka penduduk miskin ini juga terjadi merata di 34 provinsi di Indonesia atau secara nasional dari sebelumnya 9,78 persen pada Maret 2020 menjadi sebesar 10,19 persen pada September 2020.
Endang mengatakan berbagai upaya yang dilakukan Pemprov Sumsel yakni Gubernur Sumsel H.Herman Deru tak dapat dipungkiri sangat berpengaruh besar dalam perlambatan penambahan angka kemiskinan di Sumsel.
“Kalau melihat data BPS, sebenarnya sebelum tahun 2018 Sumsel memang sudah ada di kisaran peringkat 10 itu. Dan belum pernah sampai jauh seperti dikatakan ada di peringkat 20. Kita kurang tahu itu data dari mana. Untuk tahu angka kemiskinan di Sumsel menurut Kab/Kota bisa dicek di BRS yang selalu kami update” jelas Endang.
Menurut Endang penambahan angka masyarakat miskin saat Pandemi Covid 19 bukan hanya terjadi di Sumsel tapi di seluruh Provinsi di Indonesia. Namun dengan berbagai program bantuan sosial dan bantuan usaha ekonomi produktif, Ia optimis hal ini dapat semakin membaik.
Endang menjelaskan, upaya Gubernur Sumsel menekan angka kemiskinan di Sumsel tidak hanya terlihat dari angka kemiskinan yang terus turun sejak masa kepemimpinannya. Namun hal itu dapat terlihat jelas dari catatan pertumbuhan ekonomi Sumsel yang tertinggi di regional Sumatera pada awal 2020.
” Jelas upaya itu sangat kelihatan sekali, ini ditunjang pertumbuhan ekonomi kita yang terkontraksi tidak sedalam provinsi lain saat Covid dan ini pasti ada korelasinya. Adanya pembangunan infrastruktur yang masif di kab/kota di Sumsel semakin membuka aksesibilitas pergerakan di Sumsel. Ditambah progres pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat saat ini yang semakin jeas tentu akan menambah optimisme kita” papar Endang.
Diungkapkannya Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan pada 2019 tercatat sebesar 5,71 persen atau tertinggi di Pulau Sumatera.
Angka pertumbuhan ekonomi itu juga menurutnya sudah melampaui laju pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,02 persen.
Sedangkan, pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatra sebesar 4,57 persen.
“Pertumbuhan ekonomi Sumsel awal 2020 masih di atas nasional dan bahkan tertinggi di Sumatera,” kata dia.
Lebih jauh Endang mengungkapkan bahwa menurunkan angka kemiskinan bukan perkara mudah. Dipaparkannya bahwa Garis Kemiskinan (GK) dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Dimana penduduk dikatakan miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per orang per bulan di bawah garis kemiskinan (GK).
Dimana selama periode Maret 2020-September 2020 garis kemiskinan naik sebesar 0,51 persen yaitu dari Rp439.041 per orang perbulan pada Maret 2020 menjadi Rp441.259 per orang perbulan pada September 2020.Sementara pada periode September 2019-September 2020, Garis Kemiskinan naik sebesar 3,63 persen dari Rp425.808 per orang per bulan pada September 2019 menjadi Rp441.259 per orang per bulan pada September 2020.
” Garis Kemiskinan (GK) ini ditentukan dari GK Makanan (GKM) dan GK Non Makanan (GKNM). Untuk menghitung angka kemiskinan ini pendekatan yang kita lakukan bukan dari penghasilan melainkan pengeluaran penduduk. Dimana terlihat bahwa peranan kelompok makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan kelompok bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).
Adapun komoditas kelompok makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan pada umumnya sama yakni, beras, rokok kretek filter, dan beberapa komoditi lainnya.
Endang juga mengapresiasi adanya upaya Gubernur Sumsel meningkatkan sinergitas antar kabupaten/kota dalam upaya percepatan penurunan angka kemisminan di Sumsel khususnya di kab/kota yang jumlah dan persentase penduduk miskinnya masih tinggi seperti OKI, Muara Enim, Muba, Banyuasin, Palembang dan beberapa kab/kota lainnya. yang perlu menjadi catatan bahwa kondisi sekarang adalah bahwa sumsel tidak sendiri mengalami peningkatan. Tapi 34 provinsi di Indonesia mengalami peningkatan. Meskipun demikian, kenaikan Sumsel masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata rata provinsi lainnya di indonesia.
“Artinya Sumsel masih cukup tangguh dalam menghadapi dampak Covid 19 ini. Selain dapat menahan laju peningkatan angka kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran kita juga masih relatif jauh lebih baik dibandingkan tingkat nasional” jelasnya.
Dikatakan Endang, BPS selama ini juga tidak pernah mengeluarkan peringkat angka kemiskinan.